Pendakian Gunung Merbabu via wekas
Pendakian gunung wekas
14-15 Mei 2016
Cerita perjalanan itu bukan hanya tentang jam berapa kita datang dan pulang. Mau sebanyak apapun datang ke tempat yang sama, setiap inci perjalanan pasti punya cerita yang berbada. Cerita-cerita mikro itupun seakan bukan hanya pelengkap tapi masuk dalam sebuah cerita perjalanan. yang bagiku, menyenangkan untuk di ingat.
Tepat 12 bulan yang
lalu aku naik gunung Andong, bulan yang sama juga ditahun lalu dimana aku naik
gunung Sumbing. Dan dari keduanya, cuaca cerah bersahabat tanpa kabut, gerimis,
bahkan badai gunung. Dan hari ini 9 bulan sejak pendakian terakhir di tahun
lalu pula. Intinya ini, pendakian pertama di tahun 2016.
Bulan Mei, seharusnya
cuaca sudah bersahabat. Tapi alam berkata lain, ditunggu dari Maret sampai Mei,
hujan tak kunjung berhenti dari hari ke hari. Sampai di awal bulan Mei, dimana
satu minggu pertama cuaca cerah dan gunung Merbabu tampak bersih dari kejauhan.
Di saat itu pula, angan menapaki puncaknya atau menjelajah lahan camp nya
menyeruak dari dalam hati haha.
Mencari teman adalah
perkara lain. Cari partner naik gunung itu susah-susah gampang. Dijelaskannya
susah. Tapi kalau jadi “pendaki” lepas macam aku gini pasti ngerasain haha.
Proporsi naik gunung yang menurutku enak adalah 4-6 orang. Bisa 4 orang kalau
salah satunya harus udah pernah naik dan bisa diandalkan hehehe. Mau naik jam
berapa aja oke, tapi kalau belum pernah ada yang naik, oke juga, asalkan
naiknya siang. Hmm sebenarnya semua bisa dikondisikan sih hehe. Aku naik ber4,
bareng kakakku, mas Fajar(temen kampus, anak mapala kampus, ketua mapala
palafne) sama mas Amin (temen mas Fajar)
Oke balik lagi,
H minus beberapa hari
sebelum naik, tiba-tiba hujan selalu turun di sore hari. Begitu juga hari
sabtu, cuaca yang panas bermandikan matahari tiba-tiba mendung disegala penjuru
Jogja. Perjalanan yang seharusnya di mulai pukul 3 sore dari Jogja harus mundur
beberapa jam. Jam 4.30 sore angin datang disertai hujan. Sejam kemudian, hujan
reda. Setelah sholat maghrib kita baru berangkat. Beberapa menit sebelum
berangkat, gerimis datang lagi, lalu hilang.
Doa sore itu,
lancarkanlah niat kami.
Menunggu dari siang
bikin perut lapar, alhasil masuk magelang kita cari makan malam. Lalu cari pom
bensin untuk sholat isya. Perjalanan dari Jogja ke basecamp gunung wekas
memakan waktu 3 jam perjalanan (macet di jogja, berhenti makan sama sholat)
ditambah motor nggak kuat pas masuk gerbang desa kedanan yang tanjakannya
aduhai itu. Sebenarnya perjalanan bisa ditempuh 2 jam normal.
Oke, cerita ini
dimulai dari tanjakan pertama memasuki desa kedakan. Aku naik motor sama mas
Amin, pake motor mas Fajar ditambah carrier mas Fajar yang nemplok manis di
punggung aku. Memasuki desa, malam sudah semakin gelap dan sepi, rumah-rumah
warga tertutup rapat menghalau dingin. Motor mba devi udah melaju didepan dan
nggak keliatan. Ada 2 percabangan, dan tiba-tiba kita bingung lewat mana,
instingku sih mengatakan lurus, tapi motor kita nggak kuat hahaa. Aku turun.
Mas Amin memilih turun dan menurutnya kita salah jalur. Untungnya ada warga
desa yang tiba-tiba muncul (agak ngeri juga sih hahaha). Akhirnya aku nanya,
dan... beberapa meter mas Amin turun, sebenernya jalur naik lah yang menuju
base camp kedakan wkwkw. Mas amin naik lagi, tapi kayaknya nggak bakal kuat deh
kalau aku naik, mau naikin tas ke motor kok kasian mas Aminnya, tasnya berat,
jalan nanjak lagi haha. Y udah, jalan aja yuk mer, lumayan beberapa meter
nanjak bawa carrier (apakah beratnya mencapai 15 kg?). untungnya mas Fajar
turun, aku bonceng dan naik sampai jalan agak datar. Naiklah lagi aku ke motor
yang dibawa Mas Amin.
Tanjakan kedua. Di
hutan pinus.
Berbekal pengalaman,
selain kita berdoa sepanjang perjalanan, kita selingi sambil ketawa ketawa,
memecah sepi. Tapi lambat laun kok motor makin pelan. Tadi sih masih oke kalau dipemukiman.
Lah ini? Hutan pinus, kabut, sepi ... alamakkk... pikiranku jalan-jalan ke mana
mana. Aku turun, tapi aku nggak mau ditinggal. Akhirnya aku yang naik motor,
Mas Amin yang jalan kaki. Hahahha. Itupun aku masih parno. Wah dasar gara-gara
baca cerita horror nih. “Mas ayo naik aku boncengin aja” setengah maksa aku
nyuruh mas Amin bonceng aku aja wkwkwkkwk. Walaupun motor bisa jalan, tapi naik
motorku belingsatan macam baru latian naik motor, belok-beloknya nggak
nanggung, dari jalur kiri ke jalur kanan, zig zag parah sampe mas Amin horror
dan minta turun wkwkwk. Selow lho mas, ini gara-gara kebanyakan ketawa jadi aku
nggak fokus, toh akhirnya aku berhasil sampai di ujung hutan dan ketemu sama
mas Fajar ama mba Devi huahahaha.
Base camp
Sepi, hanya kita
berempat yang naik malam itu. Jam 10.30 malam kita mulai naik. 15 menit jalan
di jalur warga sampai di makam. perjalanan ke pos 1 menyisakan cerita horror
dari hutan pinus. Lewat sinar headlamp yang terang, keringat turun berkejaran
sama detak jantung yang meningkat. Hmmm... udah berusaha rutin olahraga, tapi
tenaga kok nggak nambah-nambah ya. Apa karna latihannya cardio? Atau karna isi
carrierku tenda? Entah. tiap nengok kanan kiri, pikiranku buyar kemana-mana.
Ditambah ketiban ranting dari atas, hiks parno lagi.
keringet udah macam air terjun. kata Mas Amin tinggal dikasih shampoo aja bisa keramas sambil jalan |
Tiba di pos 1 gerimis,
angin datang macam pesawat mau turun, kenceng banget. aduh, apakah bakal
kejadian macam merbabu 2 taun lalu? Kejebak badai. “Mau camp disini aja nih?”
mas fajar nyeletuk, nggak ada yang jawab. “boleh mas kalau emang keadaannya
gitu, daripada dijalan kena badai” aku juga nggak bisa bayangin jalan pake jas
ujan hiks. “Pake jas ujannya aja dulu” kali ini suara mas Amin.
Tanpa dikomando dan
tanpa memperdulikan percakapan beberapa menit sebelumnya, kita naik lagi dengan
kostum jas ujan... hahaha. Kenapa ketawa? Ya karna setiap orang takjub dengan
jas hujan warna pink stabiloku wkwkwk. Maap ya warnanya nggak nyantai haha. Dan
bersyukurnya, tidak jadi hujan, perlahan lahan satu persatu dilepas. Dan yang
terakhir, celana jas hujanku sobek wkwkwk dipake jalan. Di copot juga deh...
Pos 2 belom ada batang
hidungnya, rasanya kaki udah lemeeeesss banget. “Jangan dirasain Mer pegelnya,
yang penting nggak sakit”. arti sebuah pendakian, kalau nggak mau pegel ya dirumah aja, bobok manis. hehhe. Pukul 2 pagi, sampai juga di pos 2. Sambil nunggu
mas Fajar cari lokasi pewe, kita selonjoran di tanah lapang. Angin datang lagi,
buru buru lah kita pasang tenda, pake acara kebawa angin mulu lagi tendanya.
Setengah 3 baru tidur ditemani gerimis dan angin dari arah puncak, suaranya
kenceng banget, menerpa tenda, menghantam punggung. Angin belum berhenti sampe jam 5
pagi. Setelah itu agak mereda walau kabut masih tebal.
Hari ini summit kapan?
Belum tau.
Pagi itu didalam tenda masing-masing kita cuma saut-sautan. keluar gak ya keluar gak ya... sepertinya lapar mengalahkan segalanya. menyibak pintu tenda lalu rusuh ke tenda sebelah, masak air. isi amunisi sambil menunggu kabut
hilang. kabut masih datang hilang bergantian ditambah angin yang sewaktu-waktu muncul.
kita masak aja kalau gitu |
tuh kabutnya setebel ituuu |
the power of wefie mengalahkan the power of mager |
kadang aku juga mikir, tingkah kekanak kanakanku itu suka kebawa nggak peduli ada yang lebih tua |
Setelah diskusi ke sana kemari ditambah penyakit mager alias males
gerak, jam 10 kita naik lagi dengan pertimbangan semua barang dibawa. Alias
bawa carrier ke puncak.
dapet buah beriiii |
abaikan dibelakang |
kann.. kalem dikit juga enggak |
mulai sinilah, tenaga ini di adu hiks. ajib banget jalurnya, kalau liat itinerary dari review di internet sih jadwalnya bener, 2 jam sampai pos 3. tapi ini 2 jamnya pake carrier mak. udah siang pula. udah lewat tengah siang, dan kita masih dihadapkan dengan jalur tiada ampun ini. harus melewati punggungan, turun lagi ke menuju pertigaan, naik lagi ke puncak satu, turun lagi.... dan turun dengan beban seperti ini, cukup menguras tenaga.
senyum dulu kali mas, tanjakan maih banyak haha |
Tolong jelaskan padaku, jalan apa ini... |
lagi arisan... |
bekas terbakar? |
ngga tau mau pose kayak gimana-yang penting pewe-walau rasanya ingin nyandar-tapi males nyopot tas-bahu rasanya pengen dipijetin |
keputusannya? udah yuk cari puncak terdekat aja hehehe.
"bang... potoin kita ya... yang cakep" ngomong sama abang-abang pendaki |
Pos 3, puncak pemancar
selamat siang Merbabu, selamat siang wahai burung-burung yang berterbangan....
siang ini kita habiskan dengan menikmati cuaca sendu di puncak pemancar. menikmati kabut yang silih berganti datang dan pergi. sambil agak ngilu melihat jalur ke arah puncak kenteng songo diseberang sana.
setiap manusia punya batas kemampuan
cuma ada kita berempat. udah nggak ada abang-abang pendaki. apalagi abang pendaki yang pake kaos item, yang ada tulisannya tadi |
tebak dimanaaa |
Kemampuan kita, ditambah waktu yang semakin siang, kita memutuskan turun. Perjalanan turun kita sepi... setidaknya tidak tiap meter bertemu pendaki lain. mungkin cukup lama nggak ngerasain damai kek gini hahaha. Karaokean bareng adalah salah satu trik memecah sunyi, sampe ada aja tingkah yang bikin
ketawa.
Pukul 3 sore kita baru sampai di pos 2 lagi. tuh kan nggak jauh beda waktunya sama naik hahahaha. tidur sebentar, mata mulai lelah... setelah itu baru turun lagi, estimasi untuk turun 1 jam ke basecamp musnah sudah ketika dengkul mas Amin nggak bersahabat, jempol kaki mulai lecet dan turun kita pelan hahhaa.
eaaa hadap sini dulu kakak kakak... |
------------------------------------------------------------------------------------------------------
22.30 - 22.45 basecamp - makam
22.45 - 24.00 makam - pos 1
24.00 - 02.00 pos 1 - pos 2
05.00 - 10.00 istirahat di pos 2
10.00 - 10.30 packing
10.30 - 13.00 pos 2 - pos 3
14.30 - 15.00 pos 3 - pos 2
15.20 - 16.20 pos 2 - pos 1
16.20 - 17.00 pos 1 - masjid atas basecamp
ass mba, kalau boleh tau surat yang salah itu, kesalahan ny bagaimana? soalnya setelah saya baca blog mba saya baru sadar srt saya tidak menterterakan direktorat nya mba.
BalasHapus