Someday In The Train


Datang ke stasiun pagi-pagi, me-tap kartu di urutan pertama ujung kiri, berjalan ke jalur 5 dan masuk ke gerbong 3.

Rutinitas ini sudah berjalan kurang lebih 1 bulan.

Dan hari ini, setengah jiwaku masih ada diatas kasur dengan segelas kopi capucino panas dalam paper bag ditangan. Tapi realitanya aku harus menunggu kereta yang dalam sekian detik akan datang, itu artinya tak ada satu sesapan kopi yang bisa ku nikmati sampai berhenti di stasiun tujuan.

Dan lebih apesnya lagi, pagi itu gerbong kereta sudah sangat penuh, ingat, bukan hanya penuh, tapi sangat penuh.

Ku teguhkan hati jika kali ini aku akan berdiri entah sampai stasiun mana.

Aku tidak berniat untuk pindah ke lain gerbong, pojok gerbong menjadi incaranku semenjak masuk untuk sekedar menyandarkan punggung. Tapi apalah daya seorang laki-laki dengan tas punggungnya telah lebih dulu sampai hingga aku tertahan tepat didepannya.

Oke, aku mengalah hanya untuk sebuah sandaran.

Kereta semakin sesak dengan banyaknya penumpang dipagi ini. Jarak ku dengan laki-laki yang telah merebut tempat incaranku semakin dekat. Bahkan aku bisa mencium parfum nya. Aku pun tak peduli dia memakai parfum apa tapi sanggup membuat pikiranku menerawang kemana mana. Oke, maksudku menebak parfum apa yang sekarang dia pakai. Sampai akhirnya aku tak sadar kita telah saling curi pandang. “Mau turun dimana?”
Aku berhenti memainkan otakku, lalu menjawab pertanyaanya setelah cukup lama membuat jeda “Stasiun 7”

                “Oh...” dia mengangguk, kepalanya naik turun.

Kujawab dengan senyum, yang entah kenaapaaa kubuat semanis mungkin. Kalau Stella melihatku seperti ini, dia akan mencoel pipiku dengan bolpoin yang selalu dia pegang, nggak usah sok manis! Haha

“Kerja disana?”

                “oh, enggak” jawabku dengan secepat kilat.

“Trus? Kuliah?”

                “ehm.. “. “nggak juga, hehe”

“Oh oke” dia mengangguk lagi. Mungkin merasa bingung. Kini gerbong tidak sepadat sebelumnya, tapi tidak ada satupun kursi yang tersisa olehku. “Kuliahku udah selesai, tinggal menunggu wisuda” entah kenapa tiba-tiba aku membuat pernyataan yang mungkin dia tidak mengharapkannya.

“Oh gitu...” kugigit bibir bawahku, berharap kalimat yang dia keluarkan nggak hanya ohh atau pertanyaan klasik untuk basa basi “Ada proyek disana, yah semacam magang begitulah” ujarku lagi.
“keren dong”

                “ah nggak juga, Cuma sebatas hobi”

“hobi yang bisa jadi pekerjaan itu menurutku keren tau. Mungkin nggak banyak orang yang bisa begitu”

                “haha, oke, intinya syukuri aja kan ya. Kamu sendiri kemana dengan carrier itu? 
Mau naik?”

“oh ini, enggak juga sih. Tapi kalau bisa nggak papa juga haha”

                “jadi..?”

“aku ada panggilan kerja di luar pulau, lebih gampang untuk bawa carrier daripada koper”

                “Wow, keren dong, dimana?”

“Sulawesi”

                “aihhh keren! Nanti mau turun di stasiun bandara?” dia mengangguk, “ho, bakal asyik dong ya”

                “haha asik apanya, bakal jauh dari rumah, ditempat terpencil yang aku pun belum tau bakal gimana”

                “hei jangan pesimis, masa muda bung harus dinikmati. Eh “ aku mencelos, lupa kalau belum tau dia umur berapa sehingga aku dengan polosnya berkata demikian jauh. “aku baru lulus kemarin” sebelum aku bertanya pun dia seakan bisa membaca pikiranku. Oke, umur kita ternyata tidak begitu jauh.

                “So, nama kamu siapa? Boleh kenalan?”

“Dila” hahahah! Suer perkenalan macam apa di pagi hari begini di dalam gerbong kereta yang biasanya selalu membosankan. “Bagas”

                Aku mengangguk, menerima ajang perkenalan ini. Obrolan yang hanya berawal dari basa basi doang ini ternyata berlanjut dari kesamaan hobi, asal rumah yang tidak 
begitu jauh sampai nomor WA. Its oke, “Kali aja nanti bisa trip bareng” begitu alasanya.

                Dan kubiarkan dia mengetik barisan nomor yang aku ucapkan. Ini sedikit gila.
“Oke Dila, aku bentar lagi turun. Semoga kita bisa ketemu dilain kesempatan. Nice day!” Dia turun distasiun Bandara, perjalanan menuju Sulawesi, tempat pengabdiannya untuk 2 tahun ke depan.

                Hanya kubalas dengan senyuman dan melihat tas punggungnya dari kaca kereta, meninggalkan obrolan ringan yang membuatku lupa dengan aroma cappucino yang mulai dingin, dan juga kantuk yang tadinya mendera. Perjalanan ini tak terasa jadi membosankan, untuk kali ini.

                Beberapa menit kemudian, aku sudah turun di tujuanku. Kusempatkan membuka handphone dan kulihat notifikasi pesan. Tanpa disuruh pun kedua sudut bibirku tertarik keatas.  



HAVE A NICE DAY, EVERYONE... 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Magang di Bappenas (2016)

Trail Running Gunung Gede

itinerary perjalanan Tana Toraja [Day 2]