Rute Bromo Tengger Semeru (BTS) mini Trail Run

Hari kedua di Cemorolawang...

Cemorolawang ada di lereng pegunungan Bromo dengan akses jalan Pasuruan-Probolinggo. Desa ini adalah pintu masuk Bromo yang paling ramai dikunjungi wisatawan dengan ketinggian 2.200 mdpl dan merupakan bagian dari Desa Ngadisari, Sukapura, Probolinggo.

---- ----

Sayup sayup keramaian terdengar dari dalam kamar sejak dini hari. Jeep mulai terlihat berderet membawa penumpang untuk menikmati sunrise dikawasan Bromo. Beberapa warga lokal dan wisatawan juga berbincang di depan Vila. Pukul 4.30 kita udah mulai bersiap didepan Vila untuk sedikit briefing dan meletakkan barang barang ke dalam Elf karena batas cek out Vila jam 12 siang. Sesuai rencana kita harus udah balik ke Vila jam 4 sore.

Perjalanan dimulai pukul 4.50. Jarak hari ini kurang lebih 25km. Kita mulai berjalan naik ke arah pintu masuk Taman Nasional Bromo Tengger Semeru lalu belok kiri dan ikuti jalan menuju Bukit Mentigen. Bukit Mentigen adalah salah satu spot sunrise di kawasan Bromo dengan ketinggian 2300 mdpl. Perjalanan kurang lebih kita tempuh selama 15 menit.

Bukit ini emang nggak setinggi Penanjakan 1 atau Penanjakan 2. Tapi view yang disuguhkan nggak kalah cantik tanpa harus nyewa jeep. Selesai dari spot ini, kita masih menyusuri Bukit Mentigen melewati spot sunrise lain  dan camping ground. Barulah kita menyusuri jalan setapak naik turun melikuk melewati punggungan bukit.


Udara cukup dingin tapi karna sejak start kita gerak jadi badan nggak terlalu kedinginan, apalagi matahari mulai naik, udara jadi sedikit mulai hangat. Lama lama wajah mulai kaku dan beringus, asap keluar dari mulut. Di tengah tengah rute pas lagi asik asiknya lari ternyata hasrat buat buang air kecil nggak bisa di tahan. Untung rutenya banyak semak semak jadi dibantu om David jaga jalan aku cari tempat aman haha. Kita akan memutari bukit Mentigen dengan jalur yang cukup jelas. Beberapa titik yang kita lewati masih tersisa bekas kebakaran tapi viewnya masih terlihat cantik dengan kombinasi warna orange dari sinar matahari yang mulai naik.

Rutenya runable dan memanjakan mata. Di beberapa titik kita melewati ladang warga dan disapa warga lokal dengan ramah. Kalau nengok ke belakang, kaldera bromo sisi barat keliatan cantik dengan perpaduan langit biru yang cerah. Rute punggungan ini bakal berakhir di ujung jalan buntu dimana disana terdapat makam. tepat di pertigaan sebelum makam ada jalur yang nggak keliatan ke arah bawah sisi kanan jalur.

"Yakin ini jalurnya?" 

Kukira lagi di prank karna harus menyibak semak semak buat turun kebawah. Ati ati terperosok karna jalurnya nggak keliatan dan sisi kiri sudah jurang. Kita menuruni kaldera bromo menuju area pasir berbisik.

Rute turunan ini lumayan terjal dan rapat. Rumput tumbuh tinggi dan banyak pohon tumbang. Lubang dan jalanan setapak yang nggak rata bikin kaki rawan terperosok. Mungkin karna saking jarangnya orang yang ngelewati jalur ini, banyak ranting kering dan tumbuhan menjalar di tengah rute, kaki jadi sering tersangkut. Menuju bawah jalurnya sudah bisa dilariin dikit tapi karna terlalu curam, jempol kaki sering terbentur ke ujung sepatu. Rasanyaa hmm mantap. Rute turunan ini akan berujung di area pasir berbisik. Area yang jarang tersentuh oleh para wisatawan. 

Jam 06.30 matahari terhalang tebing sisi timur, angin jadi berhembus kencang dan jadi makin dingin. Suhu terdeteksi di angka 11 derajat, saatnya mengeluarkan jaket windprof sebelum badan jadi masuk angin. Snack coklat pun berubah jadi dingin kayak dimasukin ke dalam freezer. Setelah foto foto kita lanjut ke tanjakan B29. Dari kejauhan tebing kaldera bromo keliatan jauh. Menuju tanjakan B29 ada patok rute jalur BTS yang masih terpasang, padahal race ini udah lama vakum karna pandemi, bakalan ada lagi besok november 2023. Rumput rumput pendek terasa kering pas di injak bahkan suaranya renyah banget. Pantas aja mudah kebakar.

Tanjakan B29 adalah salah satu rute lomba lari BTS untuk semua kategori. Tanjakan ini ada di sisi timur kaldera bromo. Kita naik dari ketinggian 2.000 mdpl dengan elevasi kurang lebih 430 meter dan grade 30-40%. Tanjakan ini memutar, sempit dan terjal dengan total jarak 1.3km. Rute yang cukup panjang tapi seru kalau di nikmati. Apalagi view nya ciamik. Tapi kalau sambil atur napas sih ya mikir mikir lagi mau menikmati viewnya. Tanjakan B29 ini katanya di buat sama beberapa trail runner bromo, jadi emang nggak di lewati sama wisatawan juga. Rute ini juga ikut kebakar, rumput rumput tinggi yang biasanya nutupin jalur sekarang terbuka lebar. Makin terasa sensasi melipir di pinggiran tebing. Rumput rumput berubah jadi sekam, warna abu abu dan hitam menghiasi rute tanjakan. Pohon pohon juga kering karna bekas kebakar. Karna sedikit takut ketinggian, aku mulai merambat di beberapa titik. Untung ada mas bambang yang ada di depan, jadi bisa minta bantuin naik karena takut jatuh ke bawah. Sad. 


Karna ketemu rute dengan jalan yang sedikit lebar akhirnya bisa berhenti untuk sekedar liat pemandangan di bawah dan belakang. Tapi nggak lama lama karna takut oleng. Sampai di pertengahan tanjakan, pemandangan lautan pasir, kawah bromo sampai lereng desa Cemorolawang di sisi kanan keliatan jelas. Pohon pohon di bawah tebing keliatan kayak kerikil dari atas sini. Bahkan dasar tanjakan B29 nggak keliatan lagi. 


Jam 08.30 pagi akhirnya ujung tanjakannya mulai keliatan. Puncak B29 masuk wilayah perbatasan Senduro Lumajang dan Ngadirejo Probolinggo. Di puncak B29 ada bangunan di pinggir tebing dan bekas kebakarannya sampai di belakang bangunan itu. Sampai atas, kedua tangan dan muka cemong semua kena abu abu rumput. Karena yang lain masih di bawah, aku nyusul Mas Jelang dan Ryan turun ke warung yang buka. Nggak banyak yang di eksplore di kawasan B29 karena aku langsung istirahat di warung bawah. Sekedar informasi warung yang ada di atas udah nggak buka karena di larang beroperasi. 

Nggak menu nasi di warung B29 dan emang niatnya sih nggak makan nasi. Cuma ada mie instan, mie cup dan berbagai minuman hangat.B29 ini sebenarnya juga salah satu objek wisata, bisa ditempuh dengan ojek yang disewa dari bawah. Tapi aku kurang tau pintu masuknya sebelah mana. Lagipula waktu itu b29 juga sepi nggak ada pengunjung. Mungkin karna udah siang ya. Kita istirahat di warung lama. Disini juga ada toilet walau seadanya. Selesai minum energen di warung, tujuan selanjutnya adalah pos Jemplang. 

Kukira dari B29 ke pos jemplang nggak terlalu jauh (akibat nggak merhatiin gpx haha). Ternyata ini adalah rute yang cukup jauh dengan jarak sekitar 7km. Rute tanah melalui lembah bantengan, memanjang menyusuri puncak kaldera Bromo sampai ke jalan raya. Dari sini kita bisa lihat landscape lautan pasir dan bukit teletubisnya. Keliatan jelas betapa luasnya kebakaran yang terjadi di kawasan Bromo.  

Cuaca siang itu juga panas banget walaupun nggak begitu kerasa karna kita gerak terus dan udaranya cukup dingin (nggak kerasa karna udah terbiasa di jemur huhu). Terik tapi view nya bagus. Menyusuri puncak lembah bantengan dengan rute terbuka. Langit biru tanpa awan berpadu dengan dahan dahan kering dan semak semak coklat. Sisi kanan dengan view terbuka kawasan wisata bromo. Debu debu berterbangan saat kaki menapak. Setelah rute terbuka kita akan masuk ke hutan. Jalurnya sempit dengan dengan tipe parit, tipikal sering dilewat motor trail dan berdebu. Awalnya ada Mario yang nemenin dibelakang, karena terlalu asik lari di turunan nggak sadar kalau Mario udah nggak ada dibelakang. Untung ada mas bambang yang gantiin nemenin. Lari larian sambil menyibak semak belukar yang merempet ke jalur. beberapa kali baju/vest juga kesangkut ke dahan.  

Rute ini nggak ada percabangan, tapi rasanya kayak nggak berujung sampai kita ketemu beberapa warga lokal yang naik motor dari arah bawah. Kurang lebih 2 jam jalan akhirnya sampai juga di jalan aspal. Segmen B29 ke jalan aspal ini biasanya ditempuh kurang dari 1 jam bagi pelari kencang. Apalah kita dikit dikit foto haha. Perjalanan dari jalan aspal ke Pos Jemplang Bromo juga masih sekitar 2.5km. Jalur ini mengingatkanku waktu perjalanan dari pasar tumpang ke Ranu Pani. Untuk menuju ke Pos Jemplang kita ambil arah kanan.  

Kita lari lari kecil sampai ke pos Jemplang berharap bisa segera sampai. Itu aku aja sih ambis untuk segera sampai ke pos jemplang. Nggak jauh dari pertigaan jalan aspal tadi ada spot view padang savana gunung Bromo. Banyak penjual makanan ada di sisi kiri. Rasanya pengen berhenti jajan bakso sambil ikut nongkrong tapi keingat jalan masih panjang menuju Jemplang.   

Jalan aspal, tanjakan turunan dan kelokan di tengah siang bolong yang panas. Beberapa kali papasan dengan truk muatan dan kendaran yang lalu lalang. Beberapa kali juga ujung jalanan aspal berasap, terlihat fatamorgana. Beberapa warga lokal menyapa sepanjang jalan (antara seneng dan takut sih ini wk). Tapi semakin banyak yang nyapa semakin kenceng larinya haha.

Sampai Jemplang aku kehilangan jejak dan nunggu Lian dan Mas Bambang yang ada dibelakang. Kita jalan ke area warung pos jemplang berharap menemukan Mas Jelang dan Ryan. Ketemulah mereka lagi makan siang di salah satu warung. 

Pos Jemplang adalah titik pemberhentian di area Bromo, persimpangan ke Ranu Pani dan ke Gunung Bromo. Hillside bromo juga ada diseberang pos jemplang. Banyak warung mulai dari nasi pecel, soto sampai bakso. Ada masjid di sebelah warung dengan parkiran luas. Walaupun masjid kecil, masjid ini terpasang CCTV di beberapa sudut masjid dan air bersih yang melimpah.

Harusnya jam 1 siang kita sudah lanjut jalan lagi turun ke padang sabana Bromo, pintu masuk Bromo via Jemplang dari sisi selatan kaldera. Tapi karna beberapa masih istirahat, kloter terakhir berangkat jam setengah 2 siang. Rute dari jalan raya pos jemplang adalah turunan jalanan beton. Rute ini asyik untuk di lariin dan sepanjang rute sampai titik Watu Gede dimanjakan dengan view landscape padang sabana Bromo dengan angin yang cukup kenceng. Bekas kebakaran tidak membuat keindangan padang sabana Bromo jadi hilang.

Kita berpapasan dengan jeep dan beberapa motor lalu lalang dijalur menuju bukit teletubis. Beberapa wisatawan dan warga lokal juga menikmati Bromo di sekitaran situs Watu Gede. Cuaca terik tidak terasa saat melihat pemandangan eksotis didepan mata. Menikmati view Bromo dengan jalan kaki dari jalur jemplang adalah pengalaman pertama bagiku. Mendekati bukit teletubis angin makin kencang ditambah pasir berterbangan. Jalur aspal berganti menjadi jalur pasir. Karena jalur lautan pasir ini luas dan bercabang aku nunggu Maktin biar gak kesasar (walaupun sebenarnya ujungnya tetap sama)

8km terakhir sebelum finish kita habis kan untuk menikmati rutenya. Sinar matahari terik, angin bercampur debu dan view rerumputan terbakar menemani perjalanan kita. Akhirnya aku dan maktin memilih untuk jalan alih alih lari. 

Di tengah tengah rute, Jelang dan Ryan muncul dari belakang, kayake mereka melipir dulu. ditengah tengah lautan pasir bromo, kita ber empat ketemu sama mba Silvi. Jadilah kita berjuang berjalan mengikuti patok patok ditengah lautan pasir Bromo. Beberapa ojek motor menawari kita untuk menggunakan jasanya. Tapi langit masih cerah dan tenaga masih full untuk melanjutkan perjalanan sampai ke ujung lautan pasir menuju pintu masuk TNBTS. Finish di ujung lautan pasir kita masih harus melewati jalanan aspal.

Total rute di aku menjadi hampir 29km karna sering bolak balik dan muter muter. Sampai di halaman Vila jangan lupa buat cooling down. Untuk bersih bersih disekitaran pintu masuk retribusi banyak kamar mandi umum.

Finish happy dan banyak cerita. Kapan kapan bisa lah coba rute full 30km ngelewatin kawah Bromo :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Magang di Bappenas (2016)

Trail Running Gunung Gede

itinerary perjalanan Tana Toraja [Day 2]